Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan MA nomor 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh korporasi. Dengan diterbitkan Perma ini aparat penegak hukum diharapkan semakin tegas dalam mengusut tindak pidana yang melibatkan korporasi.
Perma itu mengatur, jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, maka penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu. Misalnya, direktur utama atau dewan direksi. Sementara, kepada koorporasi itu sendiri, akan dikenakan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tindak pidana oleh korporasi adalah tindak pidana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi sesuai dengan undang-undang yang mengatur tentang korporasi.
Dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi sebaga antara lain:
- Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi;
- Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
- Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Salah satu langkah pencegahan dan bukti bahwa korporasi tidak membiarkan terjadinya tindakan pidana khususnya yang berhubungan dengan suap adalah dengan menetapkan, menerapkan, & memelihara system manajemen anti penyuapan (ISO 37001). ISO 37001 dirancang untuk membantu Organisasi dalam mencegah , mendeteksi dan menangani suap, dan memberikan bimbingan yang berkaitan dengan pelaksanaannya.